Minggu, 18 September 2011

Sejarah Hidup Muhammad SAW: Teladan dalam Rumah Tangga Rasulullah


Umar kemudian pergi ke masjid, dan dengan suara lantang ia berkata kepada kaum Muslimin, "Rasulullah SAW tidak menceraikan isterinya."

Sehubungan dengan peristiwa ini, turun ayat-ayat suci ini: "Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepadamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu dan Allah adalah Pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS At-Tahrim: 1-2)

"Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang istrinya (Hafsah) suatu peristiwa. Maka tatkala (Hafsah) menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan hal itu (pembicaraan Hafsah dan Aisyah) kepada Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepadanya) dan menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafsah). Maka tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafsah dan Aisyah) lalu (Hafsah) bertanya: "Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?" Nabi menjawab: "Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."

"Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula."

"Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertaubat, yang mengerjakan ibadat, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan." (QS At-Tahrim: 3-6)

Dengan demikian peristiwa itu selesai. Istri-istri Nabi kembali sadar, dan beliau pun kembali kepada mereka setelah mereka benar-benar bertaubat, menjadi manusia yang rendah hati beribadah dan beriman. Kehidupan rumah tangganya sekarang kembali tenang, yang memang demikian diperlukan oleh setiap manusia yang sedang melaksanakan suatu beban besar yang ditugaskan kepadanya.

Apabila orang itu orang besar seperti Muhammad SAW, lemah-lembut seperti beliau, berlapang dada, tahan menderita, orang berwatak dengan segala sifat-sifat yang ada padanya—yang sudah disepakati dan diakui pula oleh semua penulis sejarah Hidupnya—maka menggambarkan salah satu dari kedua peristiwa itu an sich sebagai sebab ia memisahkan diri dan mengancam hendak menceraikan istri, adalah suatu hal yang kebalikannya, jauh daripada suatu cara kritik sejarah.

Sebaliknya, kritik yang akan dapat diterima orang dan sejalan pula dengan logika sejarah ialah apabila peristiwa-peristiwa itu mengikuti jejak yang sebenarnya, yang akan membawa kepada kesimpulan-kesimpulan yang sudah pasti tidak bisa lain akan ke sana. Maka dengan demikian ia akan menjadi masalah biasa, masuk akal dan secara ilmiah dapat diterima.

Ada beberapa orientalis yang juga bicara tentang ayat-ayat yang turun pada permulaan surah At-Tahrim seperti di atas. Disebutkan bahwa semua kitab suci di Timur tidak ada yang menyebut-nyebut peristiwa rumah tangga dengan cara semacam itu.

Rasanya tidak perlu kita mengatakan lagi apa yang tersebut dalam kitab-kitab suci itu semua—termasuk Alquran di antaranya tentang masyarakat Luth dengan segala cacat mereka. Bahkan Taurat (Perjanjian Lama) membawa cerita tentang Luth dan dua anaknya yang perempuan ketika mereka memberikan minuman anggur kepada bapaknya sehingga dua malam berturut-turut ia mabuk, dengan maksud supaya dapat masing-masing mereka dapat tidur dengan Luth dan dengan demikian mereka memperoleh keturunan—karena khawatir keluarga Luth kelak akan punah, setelah Tuhan menurunkan bencana. Oleh sebab itu, maka semua kitab suci membuat kisah-kisah para rasul serta apa yang mereka lakukan dan segala apa yang terjadi, ialah sebagai suri teladan bagi umat manusia.

Banyak sekali kisah-kisah demikian dalam Alquran. Tuhan menyampaikan kisah-kisah yang baik sekali kepada Rasulullah. Sedang Alquran bukan hanya diturunkan kepada Nabi Muhammad, melainkan kepada seluruh umat manusia. Muhammad SAW adalah seorang nabi dan rasul, sebelum dia pun telah banyak rasul-rasul lain yang dibawakan kisahnya dalam Alquran.

Jika Qur'an menyampaikan berita-berita tentang Muhammad SAW dan menyangkut pula kehidupan pribadinya yang perlu menjadi contoh buat kaum Muslimin dan teladan yang baik pula, serta memberi isyarat tentang arti dalam tindakan dan kebijaksanaannya itu, maka kisah-kisah para nabi yang terdapat dalam Alquran itu sama sekali tidak berarti keluar daripada apa yang terdapat dalam kitab-kitab suci lain.

Apabila kita mengatakan bahwa masalah Muhammad SAW meninggalkan istrinya itu bukan sebab yang berdiri sendiri di samping sebab-sebab lain yang telah menimbulkan cerita itu, juga bukan karena Hafshah bercerita kepada Aisyah tentang apa yang dilakukan Nabi dengan Maria—suatu hal yang memang patut dilakukan oleh setiap laki-laki terhadap istrinya atau siapa saja yang sah menjadi miliknya—orang akan melihat, bahwa tinjauan yang dikemukakan oleh beberapa orientalis itu, dari segi kritik sejarah sama sekali tidak dapat dibenarkan. Juga tidak pula sejalan dengan apa yang ada dalam kitab-kitab suci sehubungan dengan kisah-kisah dan kehidupan para nabi itu.



Redaktur: ozy
Sumber: Sejarah Hidup Muhammad oleh Muhammad Husain Haekal

Rabu, 08 Juni 2011

Urgensi Sholat 1

Diahir sebuah hadis yang panjang yang diriwayatkan oleh  umar bin khottob r.a Nabi bersabda :

                                                                               نزَلَ عليَّ جبريلُ وقالَ:إقرأ، قلتُ وما أقرأ،قال:فخلَفَ مِن بعدهمْ خلفٌٌٌُ        
                                                                                   اضاعُواْ الصلاةَ واتبعُواالشهَواتِ فسوفَ يلقوْنَ غيّاًَ،فقُلتُ يا جبريلُ
                                                                                 وهلْ تُضيِّعُ اُمّتيْ الصّلاةَ من بعديْ،قال:نعَمْ...يأتيْ أخرالزمانِ أُناسٌُ
                                                                       مِنْ أمّتِكَ يضّيعوْن الصّلاة ويتبعون الشهواتِ دِينارٌُ عندهم خيرٌُ منْ صلاتهِم             
                                                                         
.                                                        
artinya: Turun kepadaku Jibril dan berkata Bacalah..saya bertanya :apa yang saya baca,Berkata Jibril..:Maka akan datang Pengganti/generasi setelah mereka ,yang suka menyia nyiakan sholat dan mereka lebih suka menuruti syahawat maka mereka akan dilemparkan kedalam neraka jahannam....Maka aku bertanya: apakah ummatku sepeninggalku suka menyianyiakan sholat..?  Jibril berkata : ya...Akan datang di ahir jaman dari ummatMu suka menyianyiakan sholat ,mereka lebih senang mengikuti syahwatnya,Dinar(uang) dianggap lebih baik(penting) dari pada Sholat mereka.
         
              Hadist di atas sudah menjadi kenyataan yang tak bisa kita pungkiri,betapa ummat (islam) sekarang telah berkianat pada Janji(baca:bai'at) mereka sendiri dihadapan Allah yang telah menciptakannya.
Kita telah sepakat bahkan kita telah berikrar bahwa:kita mempunyai TUHAN,sebagai kuwajiban seorang hamba kepada Tuhannya yang sangat mendasar adalah menyembahNya. kalau kuwajiban yang sangat mendasar saja di tinngalkan oleh ummat ini maka jangan harap kuwajiban yang lainnya dilaksanakan.
             Sholat adalah bentuk manifestasi dan konsekwensi logis dari ikrar kita dihadapanNYa disaat kita berada di alam Ruh, disaat Allah meminta penyaksian kepada Ruh semua mahluq,Allah berfirman :             الستُ بربّكُم...؟   Bukankah aku ini Robb kalian....Seluruh roh menjawab:   بليَ شهِدناَ   : benar...kami bersaksi bahwa Engkau (Allah) adalah Tuhan kami....Tidak hanya itu,kita sebagai ummat islam ,disaat kita terlahir kedunia ini disambut dengan kumandang suara adzan dan iqomah, apakah ini bukan bentuk dari penguatan dari ikrar kita kepada Allah.Dan dalam formalitas ,kita dicatat dalam akte kelahiran kita dan juga administrasi yang lainnya bahwa kita adalah MUSLIM dan didalam agama islam SHOLAT adalah rukun yang kedua setelah Ikrar (syahadat).
            Oleh karena itu bohong besar bahkan telah berkhianat pada Allah apabila kita mengaku islam tapi tidak melaksanakan sholat,lalu apa bedanya kita dengan orang kafir..? padahal nabi bersabda :
                                                           إنَّ الفرق بيننا وبينهم الصّلاة فمَنْ تركها فقدْ كفر...
artinya : sesungguhnya yang ,membedakan antara kita dan orang kafir adalah sholat,maka barang siapa meninggalkan sholat,maka dia telah menyamai orang kafir.(next)

Selasa, 01 Maret 2011

Antara SUTIS dan IBLIS

Bagai dua belah mata uang yang saling berhubungan dan merupakan sebab akibat,dua fenomena ini menggelitik 
dan menggelikan sekaligus memprihatinkan dan menyedihkan.
Kedua FEnomena ini adalah  SUTIS (suami takaut istri) itulah istilah yg dipopulerkan oleh komedian papan atas SULE dalam lagunya yang jenaka.Sedangkan fenomena satu lainnya adalah IBLIS (Istri Berani Lawan dan Injak  
Suami) kalau ini istilah saya sendiri,selanjutnya dua istilah ini kita pakai dalam pembahasan selanjutnya.
  

Kamis, 17 Februari 2011

Rasulullah Saw. adalah gambar bentuk aplikasi nyata terhadap agama ini

Rasulullah saw. Adalah gambaran aplikasi nyata bagi agama ini, bagaimana petunjuk beliau, perbuatannya, perintah dan larangannya.
Beliau melakukan perdamaian juga berperang, beliau tinggal juga melakukan perjalanan, beliau menjual juga membeli, beliau memberi dan menerima, beliau tidak hidup dengan sendiri, dan tidak melakukan perjalanan dengan sendiri.
 orang-orang islam tidak tertimpa musibah kecuali karna di sebabkan mereka lalai dari mengikuti Rasulullah saw., tidak mengambil petunjuk beliau, dan mengabaikan sunnah beliau, sementara Allah swt. Telah menegaskan di dalam Al Qur’an dengan firmanNya “sungguh Rasulullah saw. Bagi kalian adalah suri tauladan yang paling baik ”.
sebagian muslim hanya membaca sejarah Rasulullah saw. Di tempat-tempat pertemuan, di acara-acara tertentu dan tidak lebih dari itu, sementara yang di inginkan dari membaca sejarah Rasulullah saw. Ialah agar bisa di jadikan petunjuk dan bentuk aplikasi di dalam kehidupan ini, dan sebagian lagi ada yang membacanya hanya untuk mendapatkan berkah darinya, atau sekedar ingin mengetahui kejadian-kejadian di dalamnya, atau sekedar hanya untuk menghafal peperangan beliau, hari-harinya, utusan-utusan beliau, dan pasukan muslim yang di kirim ke negeri lain.

Rasulullah saw. Adalah sebaik-baik teladan dalam hidup anda

Hanya beliau dalam catatan sejarah yang menjadi suri teladan dalam segala aspek.
·         Jika anda seorang hartawan, teladanilah Rasulullah Saw. Ketika beliau berdagang dengan membawa barang dagangan antar Hijaz dan Syam, dan menguasai perbendaharaan Bahrain…

·         Jika anda termasuk orang yang kurang mampu dalam hal materi, maka ikutilah Rasulullah Saw. Yang tereksklusif oleh rakyat Abi Thalib, ketika beliau meninggalkan tempat tinggalnya berhijrah ke Madinah beliau tidak membawa harta benda sedikitpun…


·         Jika anda seorang penguasa maka ikutilah sunnah beliau dan perbuatan-perbuatannya, ketika beliau menjadi penguasa orang arab, beliau menguasai beberapa negeri dan menjadikan penguasa-penguasa mereka tunduk kepada beliau …

·         Jika anda seorang rakyat lemah, anda bisa mengambil dari Rasulullah saw. Teladan yang baik, ketika beliau teraniaya di Mekkah di bawah kekuasaan orang-orang musyrik…


·         Jika anda seorang pemenang, anda juga bisa mengambil contoh dari kehidupan Rasulullah saw. Ketika beliau menang melawan musuh-musuhnya pada perang Badar, Hunain dan fathu Makkah…

·         Jika anda seorang yang kalah .., ambillah contoh dari Rasulullah Saw. Ketika beliau sedang berperang pada perang Uhud beliau berada di tengah-tengah sahabatnya yang terbunuh dan yang kelemahan karena terluka…


·         Jika anda seorang pengajar, maka anda dapat mengambil contoh darinya, beliau mengajar para sahabatnya di mesjid…

·         Jika anda seorang murid yang  terpelajar, maka anda dapat membayangkan bagaimana keadaan beliau ketika beliau berguru kepada Jibril as.



Selasa, 01 Februari 2011

Peranan tasawuf dalam mengatasi krisis sepiritual

KRISIS SPIRITUAL

I. Pendahuluan
Persoalan besar yang muncul di tengah-tengah umat manusia sekarang ini adalah krisis spiritualitas. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dominasi rasionalisme, empirisisme, dan positivisme ternyata membawa manusia kepada kehidupan modern di mana sekularisme menjadi mentalitas jaman dan karena itu spiritualisme menjadi suatu anatema bagi kehidupan modern.
Adalah suatu kenyataan bahwa spiritualitas semakin mendapat tempat tersendiri dalam masyarakat modern dewasa ini. Fenomena keagamaan ini sangat menarik untuk dicermati, karena akhir-akhir ini terdapat pula kecenderungan “rekonsiliasi” antara nilai sufistik dengan dunia modern. Ada kecenderungan baru bahwa dimensi spiritualitas yang bersumber dari agama mulai dilirik kembali oleh masyarakat Barat karena kemajuan yang telah mereka peroleh dalam bidang iptek membuktikan bahwa problema yang muncul kemudian akibat kemajuan dunia global tetap saja belum terpecahkan. Kegagalan manusia modern, ternyata oleh para pengamat hampir sepakat mengatakan bahwa krisis besar melanda umat manusia tidak akan dapat diatasi dengan keunggulan iptek sendiri dan kebesaran ideologi yang dianut oleh negara-negara terkemuka.

II. Pembahasan
A. Tasawuf sebagai Terapi Krisis Spiritual
Para ulama berbeda-beda pendapat dalam mendefinisikan tasawuf, meskipun demikian mereka sepakat bahwa tasawuf adalah moralitas yang berdasarkan Islam (adab). Karena itu seorang sufi adalah mereka yang

Sabtu, 22 Januari 2011

Mengatasi Multi krisis dg IBDAK BINAFSIK (memulai dr diri sendiri)

“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (Arra’du : 11)

P

ada ayat diatas, Allah berfirman, “Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sebelum mereka (kaum tersebut) mengubah diri mereka sendiri.” Yang menjadi kata kunci (keyword) disini adalah ‘diri’ (dalam ayat tersebut anfus, jamak dari nafs). Dalam terminologi sosial, kata ‘diri’ (anfus, nafs) ini mengingatkan kita pada ‘individu’. Sampai di sinilah, sebelum ada pernyataan populer dalam sosiologi (bahwa), “perubahan struktural tak akan pernah terjadi tanpa didahului perubahan kultural, dan perubahan kultural tak akan pernah terjadi tanpa perubahan inidividual,” ternyata Allah SWT sudah mengekspresikannya melalui QS Arra’du ayat 11 ini yakni perubahan individual induk dari segalanya. Dalam hadits Rosulullah SAW bersabda : “Ibda’ Binafsik” yang artinya Mulailah dari diri anda. Hadits ini pada MTQ MUBA ke-24 di Sungai Lilin dijadikan motto dengan harapan dengan adanya MTQ, setiap kita memulai diri untuk mengimplementasikan isi alqur’an dan hadits dalam kehidupan sehari hari. Rasulullah SAW sebagai panutan kita menjadikan Ibda”binafsik sebagai solusi terbaik dalam membina umat dan mengatasi krisis multi dimensional.

Nabi Muhammad saw adalah contoh teladan terbaik dan tipologi ideal paling prima. Hal ini digambarkan oleh al-Qur’an surat Al-Ahzab, 33: 21 yang berbunyi:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

(Sesunggunya pada diri Rasulullah saw. terdapat contoh tauladan bagi mereka yang menggantungkan harapannya kepada Allah dan Hari Akhirat serta banyak berzikir kepada Allah).

Selasa, 11 Januari 2011

Ngaji yuuk...

تفسير مختصر لسورة العصر مع نصيحة



الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على سيدنا محمد أشرف المرسلين وعلى ءاله وصحبه الطاهرين ، أما بعد

مِنْ عادَةِ أصحَابِ رَسولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم إذا الْتَقَوا أنْ يقَرأَ بعضُهُم هذهِ السّورة: ﴿وَالْعَصْرِ {1} إِنَّ الإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ {2} إِلاَّ الَّذِينَ ءامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ {3}﴾، وذلكَ لأنَّ هذهِ السّورة جامِعَة لِمَا يكونُ به العبدُ ناجِيًا مُفلِحًا في الآخرة، أوَّلُ خَصلَةٍ ذُكِرَت فيها هي خَصلَةُ الإيمان، الإيمانُ إذا أُطلِقَ يكونُ شامِلاً للإيمانِ باللهِ ورَسولِهِ كما في هذهِ الآية أمّا إذا جُمِعَ بينَ ذِكْرِ اللهِ وذِكْرِ الرّسولِ فيكونُ كلٌّ مِنَ اللَّفظَينِ لِمَعنًى خاصّ كقولِهِ تعالى: ﴿تُؤمِنُونَ باللهِ ورَسُولِهِ﴾ في سورَةِ الصَّف، هُنا ﴿تُؤمِنُونَ باللهِ ورَسُولِهِ﴾ هُنا ذُكِرَ اللهُ تعالى وذُكِرَ رَسولُهُ فالإيمانُ بِهِما مُصرَّحٌ به أمّا في سورَةِ العَصْرِ فأُجمِلَتِ العِبَارة: ﴿إلا الذينَ ءامَنُوا﴾.

ثم ذَكَرَ اللهُ تعالى الخَصلَةُ الثَّانِيَة وهي عمَلُ الصَّالِحات، وعَمَلُ الصّالِحات عِبارة عن أداءِ ما افتَرَضَ اللهُ على عِبَادِهِ مِنَ الأعمَالِ، ثُمَّ ذَكَرَ الخَصلَةَ الثّالِثَة بقولِ: ﴿وتَواصَوْا بالحَقِّ﴾ أي نَصَحَ بعضُهُم بعضًا بالإرشَادِ إلى عَمَلِ الخَيرِ والبِرّ، أي لا يُداهِنونَ ولا يَغُشُّ بعضُهم بعضًا.

ثُمَّ ذَكَرَ الخَصلَةَ الرابعة وهي ما في قولِهِ تعالى: ﴿وتَوَاصَوْا بالصَّبرِ﴾ وذلكَ لِمعنَى التَّناهِي عَنِ المُنكَرِ أي لا يُداهِنُ بعضُهم بعضًا لأنَّ المُداهنَةَ خلافُ حالِ الصَّالِحين، الله تباركَ وتعالى أخبَرَ في هذهِ الآية بأنَّ الإنسانَ في خُسر أي في هلاكٍ إلا مَنْ جَمَعَ هذهِ الخِصَال المَذكورَة في هذهِ السّورة، والإيمانِ باللهِ أي ورَسولِهِ وعَمَلِ الصَّالِحاتِ والتَّواصي بالحَقِّ أي يَحُث بعضُهم بعضًا على عَمَلِ البر، والتَّواصي بالانكِفَاف عمَّا حرَّمَ اللهُ تعالى، لأنَّ الصَّبرَ إذا أُطلِقَ قد يكونُ شامِلاً للصَّبرِ على الطَّاعاتِ وبالصَّبرِ عن المعاصي وبالصَّبرِ على البلايا والشّدائد والمَشقّات وهذا حالُ مَن اختارَهُم اللهُ تعالى مِنَ المؤمنين بأنْ يكونوا مِنْ أحبَابِهِ وأصفِيَائِه وأوليائِه هذِهِ حالَتُهم، أمّا مَنْ ليسَ على هذهِ الحالَة فلا يكونُ مِنْ أولئك، أقلُّ أحوالِ المُسلِم أنْ يكونَ مؤمنًا باللهِ ورسولِهِ مُجتنبًا للكُفْرِ هذا أقلُّ أحوالِ المسلمِ أما الزّيادَةُ على ذلكَ بالعَمَلِ مع الخِصَالِ المَذكورَةِ في هذهِ السّورة هذا شِعَارُ الصَّالِحينَ المُفلحين النَّاجينَ يومَ القيامة مِنَ الخِزيِ والعَذاب.

والشَّرطُ في أنَّ مَحبَّةِ اللهِ تباركَ وتعالى تَثْبُتُ لِمَن يتنَاصحونَ في اللهِ تعالى هو هذا، لا يكونُ الإنسانُ مُحِبًّا لأخيهِ في اللهِ تعالى إلا إذا عَمِلَ بِهذِهِ الآية يدُلُّهُ على الخيرِ الذي يُحِبُّهُ الله مِنْ فِعلِ الواجِبِ ويَنهاهُ عمَّا يكرَهُ اللهُ تعالى مِنَ المُحرَّماتِ، هذهِ صِفَةُ المُتحابِّينَ في اللهِ والذينَ وَرَدَ في الحديثِ الصَّحيحِ الذي رواهُ البيهقِيُّ والحاكمُ وابنُ حِبّان وغيرُهم: ((حقَّت مَحبّتِي للمُتحابين فِيَّ)) ثُمَّ أتبَعَ رسولُ اللهِ في هذا الحديثِ القُدسِيّ الذي يَرويهِ عن ربّهِ تبارَكَ وتعالى كَلِمَاتٍ أخرى منها قولُهُ: ((وحقَّت مَحبّتِي للمُتناصحين فِيَّ))، جعلَنا اللهُ مِنْ أهلِ ذلك.

اللَّهم حَقّقْنا بذلك، اللَّهم حَقّقْنا بذلك، اللَّهم حَقّقْنا بذلك

عليكم بالعملِ بهذهِ الآية وهذا الحديث تكونوا مِنَ المُفلحين النَّاجين الذين لا خَوفٌ عليهم ولا هم يَحزَنون.

Seputar masalah Bid'ah

س: كثـر الكلام عن البدعة فمن الناس من يقسمها إلى قسمين، ومن الناس من لا يفرق فيجعل كل محدَث بعد الرسول مهما كان من البدع الضلالة، نرجو توضيح الأمر على حقيقته عند أهل السنة مع ذكر الأدلة الشرعية عند المذاهب الأربعة، مع بيان معنى البدعة لغة واصطلاحا ؟ 
الجواب: نرفق لكم هذا البحث جوابا على سؤالكم:

بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله رب العالمين له النعمة وله الفضل وله الثناء الحسن صلوات الله البر الرحيم والملائكة المقربين على سيدنا محمد وعلى جميع إخوانه النبيين والمرسلين وعلى ءال كل وصحب كل وسائر الصالحين، أما بعد فهذا
بيان أن
البدعة بدعتان عند أهل السنة والجماعة
وحديث: وكل بدعة ضلالة، عام مخصوص
تعريف البدعة:

لغةً ما أُحدث على غير مثال سابق، يقال: جئت بأمر بديع أي محدث عجيب لم يعرف قبل ذلك. وفي الشرع: المـحدَث الذي لم ينصَّ عليه القرءان ولا جاء في السنة، كما ذكر ذلك اللغوي المشهور الفيومي في كتابه "المصباح المنير" مادة "ب د ع"، وذكر ذلك أيضا الحافظ اللغوي محمد مرتضى الزبيدي في "تاج العروس" مادة "ب د ع". 
ففي "المصباح المنير" (ص/138) : أبدع الله تعالى الخلق إبداعا خلقهم لا على مثال وأبدعت وأبدعته، استخرجته وأحدثته ومنه قيل للحالة المخالفة بدعة وهى اسم من الابتداع كالرفعة من الارتفاع ثم غلب استعمالها فيما هو نقص في الدين أو زيادة لكن قد يكون بعضها غير مكروه فيسمى بدعة مباحة وهو ما شهد لجنسه أصل في الشرع أو اقتضته مصلحة يندفع بـها مفسدة "اهـ.
وفى المعجم الوجيز (ج1/ص45) : "هي ما استحدث فى الدين وغيره تقول بدعه بدعا أي أنشأه على غير مثال سابق"اهـ 

أقسام البدعة:

قال ابن العربي: " ليست البدعة والمحدَث مذمومين للفظ بدعة ومحدث ولا معنييهما، وإنما يذم من البدعة ما يخالف السنة، ويذم من المحدثات ما دعا إلى الضلالة"اهـ.

وقال النووي في كتاب تـهذيب الأسماء واللغات، مادة (ب د ع ) ج3/22 ما نصه: "البدعة بكسر الباء في الشرع هي: إحداث ما لم يكن في عهد رسول الله صلّى الله عليه وءاله وسلم، وهي منقسمة إلى حسنة وقبيحة، قال الإِمام الشيخ الـمجمع على إمامته وجلالته وتمكّنه في أنواع العلوم وبراعته أبو محمّد عبد العزيز بن عبد السلام رحمه الله ورضي عنه في ءاخر كتاب القواعد: "البدعة منقسمة إلى واجبة ومحرّمة ومندوبة ومكروهة ومباحة. قال: والطريق في ذلك أن تعرض البدعة على قواعد الشريعة، فإن دخلت في قواعد الإِيجاب فهي واجبة، أو في قواعد التحريم فمحرّمة، أو الندب فمندوبة، أو المكروه فمكروهة، أو المباح فمباحة".انتهى كلام النووي. 

فالبدعة تنقسم إلى قسمين:
بدعة ضلالة: وهي المحدثة المخالفة للقرءان والسنة.
وبدعة هدى: وهي المحدثة الموافقة للكتاب والسنة. 
وهذا التقسيم مفهوم من حديث البخاري ومسلم عن عائشة رضي الله عنها قالت: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: " مَن أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد". ورواه مسلم بلفظ ءاخر وهو: "من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد". فأفهم رسول الله صلى الله عليه وسلم بقوله:"ما ليس منه" أن المحدَث إنما يكون ردًّا أي مردودًا إذا كان على خلاف الشريعة، وأن المحدَث الموافق للشريعة ليس مردودًا.

وهو مفهوم أيضًا مما رواه مسلم في صحيحه من حديث جرير بن عبد الله البجلي رضي الله عنه أنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " من سن في الإسلام سنة حسنة فله أجرها وأجر من عمل بها بعده من غير أن ينقص من أجورهم شىء، ومن سن في الإسلام سنة سيئة كان عليه وزرها ووزر من عمل بها من بعده من غير أن ينقص من أوزارهم شىء ".
وفي صحيح البخاري في كتاب صلاة التـراويح ما نصه: " قال ابن شهاب: فتوفي رسول الله صلى الله عليه وسلم والناس على ذلك"، قال الحافظ ابن حجر: " أي على ترك الجماعة في التراويح". ثم قال ابن شهاب في تتمة كلامه: " ثم كان الأمر على ذلك في خلافة أبي بكر وصدرًا من خلافة عمر رضي الله عنه".

وفي البخاري أيضًا تتميمًا لهذه الحادثة عن عبد الرحمن بن عبدٍ القاريّ أنه قال: خرجت مع عمر بن الخطاب رضي الله عنه ليلة في رمضان إلى المسجد، فإذا الناس أوزاع متفرقون يصلي الرجل لنفسه ويصلي الرجل فيصلي بصلاته الرهط، فقال عمر: إني أرى لو جمعت هؤلاء على قارىء واحد لكان أمثل، ثم عزم فجمعهم على أُبيّ بن كعب، ثم خرجت معه ليلة أخرى والناس يصلون بصلاة قارئهم قال عمر: "نعم البدعة هذه".اهـ 
وفي الموطأ بلفظ:"نِعمت البدعة هذه"اهـ.

فإن قيل: أليس قال رسول الله صلى الله عليه وسلم فيما رواه أبو داود عن العرباض بن سارية: "وإياكم ومحدثات الأمور فإن كل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة".

فالجواب: أن هذا الحديث لفظه عام ومعناه مخصوص بدليل الأحاديث السابق ذكرها فيقال: إن مراد النبي صلى الله عليه وسلم ما أحدث على خلاف الكتاب أو السنة أو الإجماع أو الأثر.
هذا وأما من حيث التفصيل فالبدعة منقسمة إلى الأحكام الخمسة وهي الواجب والمندوب والمباح والمكروه والحرام كما نص علماء المذاهب الأربعة:

المذهب الحنفي:

1- قال الشيخ ابن عابدين الحنفي في حاشيته (1/376): "فقد تكون البدعة واجبة كنصب الأدلة للرد على أهل الفرق الضالة، وتعلّم النحو المفهم للكتاب والسنة، ومندوبة كإحداث نحو رباط ومدرسة، وكل إحسان لم يكن في الصدر الأول، ومكروهة كزخرفة المساجد، ومباحة كالتوسع بلذيذ المآكل والمشارب والثياب"انتهى. 

2- قال بدر الدين العيني في شرحه لصحيح البخاري (ج11/126) عند شرحه لقول عمر ابن الخطاب رضي اللّه عنه: "نعمت البدعة" وذلك عندما جمع الناس في التراويح خلف قارىءٍ وكانوا قبل ذلك يصلون أوزاعًا متفرقين: "والبدعة في الأصل إحداث أمر لم يكن في زمن رسول الله صلى الله عليه وسلم، ثم البدعة على نوعين، إن كانت مما تندرج تحت مستحسن في الشرع فهي بدعة حسنة وإن كانت مما يندرج تحت مستقبح في الشرع فهي بدعة مستقبحة"انتهى.

المذهب المالكي:

1- قال محمد الزرقاني المالكي في شرحه للموطأ (ج1/238) عند شرحه لقول عمر بن الخطاب رضي اللّه عنه: "نعمت البدعة هذه" فسماها بدعة لأنه صلى اللّه عليه وسلم لم يسنّ الاجتماع لها ولا كانت في زمان الصديق، وهي لغة ما أُحدث على غير مثال سبق وتطلق شرعًا على مقابل السنة وهي ما لم يكن في عهده صلى اللّه عليه وسلم، ثم تنقسم إلى الأحكام الخمسة. انتهى

2- قال الشيخ أحمد بن يحيى الونشريسي المالكي في كتاب المعيار المعرب (ج1/357-358) ما نصه: "وأصحابنا وإن اتفقوا على إنكار البدع في الجملة فالتحقيق الحق عندهم أنها خمسة أقسام"، ثم ذكر الأقسام الخمسة وأمثلة على كل قسم ثم قال: "فالحق في البدعة إذا عُرضت أن تعرض على قواعد الشرع فأي القواعد اقتضتها ألحقت بـها، وبعد وقوفك على هذا التحصيل والتأصيل لا تشك أن قوله صلى الله عليه وسلم:" كل بدعة ضلالة"، من العام المخصوص كما صرح به الأئمة رضوان الله عليهم".اهـ

المذهب الشافعي:

1- الإمام الشافعي:
أ- قال الشافعي رضي الله عنه: المحدثات من الأمور ضربان أحدهما ما أحدث يخالف كتابا أو سنة أو أثرا أو إجماعا فهذه البدعة الضلالة، والثاني ما أحدث من الخير لا خلاف فيه لواحد من هذا، فهذه محدثة غير مذمومة. رواه البيهقي في (مناقب الشافعي) (ج1/469)، وذكره الحافظ ابن حجر في (فتح الباري): (13/267).
ب- روى الحافظ أبو نعيم في كتابه حلية الأولياء ج 9 ص76 عن إبراهيم بن الجنيد قال: حدثنا حرملة بن يحيى قال: سمعت محمد بن إدريس الشافعي رضي الله عنه يقول: البدعة بدعتان، بدعة محمودة، وبدعة مذمومة. فما وافق السنة فهو محمود، وما خالف السنة فهو مذموم، واحتج بقول عمر بن الخطاب في قيام رمضان: نعمت البدعة هي" اهـ 

2- قال أبو حامد الغزالي في كتابه إحياء علوم الدين، كتاب ءاداب الأكل ج2/3 ما نصه: "وما يقال إنه أبدع بعد رسول الله صلى الله عليه وسلم فليس كل ما أبدع منهيا بل المنهي بدعة تضاد سنة ثابتة وترفع أمرا من الشرع مع بقاء علته بل الإبداع قد يجب في بعض الأحوال إذا تغيرت الأسباب" اهـ

3- قال العز بن عبد السلام في كتابه "قواعد الأحكام" (ج2/172-174) : البدعة منقسمة إلى واجبة ومحرّمة ومندوبة ومكروهة ومباحة ثم قال: والطريق في ذلك أن تُعرض البدعة على قواعد الشريعة، فإن دخلت في قواعد الإيجاب فهي واجبة، أو في قواعد التحريم فهي محرمة، أو الندب فمندوبة، أو المكروه فمكروهة، أو المباح فمباحة، انتهى.

4- قال النووى فى شرحه على صحيح مسلم"(6/154-155): قوله صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ: (وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ) هذا عامٌّ مخصوص، والمراد: غالب البدع. قال أهل اللُّغة: هي كلّ شيء عمل عَلَى غير مثال سابق. قال العلماء: البدعة خمسة أقسام: واجبة، ومندوبة، ومحرَّمة، ومكروهة، ومباحة. فمن الواجبة: نظم أدلَّة المتكلّمين للرَّدّ عَلَى الملاحدة والمبتدعين وشبه ذلك. ومن المندوبة: تصنيف كتب العلم وبناء المدارس والرّبط وغير ذلك. ومن المباح: التّبسط في ألوان الأطعمة وغير ذلك. والحرام والمكروه ظاهران، وقد أوضحت المسألة بأدلَّتها المبسوطة في (تـهذيب الأسماء واللُّغات) فإذا عرف ما ذكرته علم أنَّ الحديث من العامّ المخصوص، وكذا ما أشبهه من الأحاديث الواردة، ويؤيّد ما قلناه قول عمر بن الخطَّاب رَضِيَ اللهُ عَنْهُ في التّـَراويح: نعمت البدعة، ولا يمنع من كون الحديث عامًّا مخصوصًا قوله: (كُلُّ بِدْعَةٍ) مؤكّدًا بـــــــ كلّ، بل يدخله التَّخصيص مع ذلك كقوله تعالى: {تُدَمّرُ كُلَّ شَىءٍ} [الأحقاف،ءاية 25]اهـ
وقال النووي أيضا "في شرحه على صحيح مسلم"(16/226-227) : قوله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (مَنْ سَنَّ فِي الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً، فَلَهُ أَجْرُهَا...) إلى ءاخره. فيه: الحث على الابتداء بالخيرات، وسن السنن الحسنات، والتحذير من اختراع الأباطيل والمستقبحات، وسبب هذا الكلام في هذا الحديث أنه قال في أوله: "فجاء رجل بصرة كادت كفه تعجز عنها فتتابع الناس". وكان الفضل العظيم للبادي بـهذا الخير والفاتح لباب هذا الإحسان. وفي هذا الحديث: تخصيص قوله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كل محدثة بدعة، وكل بدعة ضلالة"، وأن المراد به المحدثات الباطلة والبدع المذمومة.اهـ 

4-قال الحافظ أحمد بن حجر العسقلاني في الفتح (ج4/298): قوله قال عمر: "نعم البدعة" في بعض الروايات "نعمت البدعة" بزيادة التاء، والبدعة أصلها ما أحدث على غير مثال سابق، وتطلق في الشرع في مقابل السنة فتكون مذمومة، والتحقيق إن كانت مما تندرج تحت مستحسن في الشرع فهي حسنة، وإن كانت مما تندرج تحت مستقبح في الشرع فهي مستقبحة وإلا فهي من قسم المباح وقد تنقسم إلى الأحكام الخمسة.انتهى
وقال الحافظ ابن حجر في فتح الباري، شرح صحيح البخاري، المـجلد الثاني، كِتَاب الْجُمُعَةِ، باب الأَذَانِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ:" وكل ما لم يكن في زمنه- صلى الله عليه وسلم -يسمى بدعة، لكن منها ما يكون حسنا ومنها ما يكون بخلاف ذلك"اهـ. 

المذهب الحنبلي:

قال الشيخ شمس الدين محمد بن أبي الفتح البعلي الحنبلي في كتابه "المطلع على أبواب المقنع" (ص334) من كتاب الطلاق: "والبدعة مما عُمل على غير مثال سابق، والبدعة بدعتان: بدعة هدى وبدعة ضلالة، والبدعة منقسمة بانقسام أحكام التكليف الخمسة"اهـ.

فوائد متعلقة بالموضوع

1-قال ابن الأثير فى "النهاية فى غريب الحديث"(1/106- 107): وفي حديث عمر رضي اللَه عنه في قيام رمضان: نِعْمَت البِدْعة هذه، البدعة بِدْعَتَان: بدعة هُدًى، وبدعة ضلال، فما كان في خلاف ما أمَر اللّه به ورسوله صلى اللّه عليه وسلم فهو في حَيّز الذّم والإنكار، وما كان واقعا تحت عُموم ما نَدب اللّه إليه وحَضَّ عليه اللّه أو رسوله فهو في حيز المدح، وما لم يكن له مثال موجود كنَوْع من الجُود والسخاء وفعْل المعروف فهو من الأفعال المحمودة، ولا يجوز أن يكون ذلك في خلاف ما وَردَ الشرع به؛ لأن النبي صلى اللّه عليه وسلم قد جَعل له في ذلك ثوابا فقال:" من سَنّ سُنة حسَنة كان له أجْرها وأجرُ من عَمِل بها "، وقال في ضِدّه:" ومن سنّ سُنة سيّئة كان عليه وزْرُها وَوِزْرُ من عَمِل بها"، وذلك إذا كان في خلاف ما أمر اللّه به ورسوله صلى اللّه عليه وسلم. ومن هذا النوع قولُ عمر رضي اللّه عنه: نِعْمَت البدعة هذه. لـمـَّــا كانت من أفعال الخير وداخلة في حيز المدح سماها بدعة ومدَحها؛ لأن النبي صلى اللّه عليه وسلم لم يَسَنَّها لهم، وإنما صلاّها لَياليَ ثم تَركَها ولم يحافظ عليها، ولا جَمع الناسَ لها، ولا كانت في زمن أبي بكر، وإنما عمر رضي اللّه عنه جمع الناس عليها ونَدَبـهم إليها، فبهذا سمّاها بدعة، وهي على الحقيقة سُنَّة، لقوله صلى اللّه عليه وسلم: عليكم بسُنَّتي وسنَّة الخلفاء الراشِدين من بعْدي، وقوله: اقتدُوا باللذين من بعدي أبي بكر وعمر، وعَلَى هذا التأويل يُحمل الحديث الآخر: كل مُحْدَثة بدعةٌ، إنما يريد ما خالف أصول الشريعة ولم يوافق السُّنَّة.اهـ
2- قال في روح البيان في تفسير القرءان ج 9 ص 2:"ومن تعظيمه- صلى الله عليه وسلم - عمل المولد إذا لم يكن فيه منكر قال الإمام السيوطي قدس سره يستحب لنا إظهار الشكر لمولده عليه السلام. انتهى وقد اجتمع عند الإمام تقي الدين السبكي رحمه اللـه جمع كثير من علماء عصره فأنشد منشد قول الصرصري رحمه اللـه في مدحه عليه السلام: 
قليلٌ لمدحِ المصطفى الخطُّ بالذهَبْ ... على وَرِقٍ مِن خَطِ أحسنِ مَن كتبْ
وأن تَنْهضَ الأشرافُ عندَ سَماعِهِ ... قيامًا صفوفًا أو جُثِيًّا على الرُكبْ
فعند ذلك قام الإمام السبكي وجميع من بالمجلس فحصل أنس عظيم بذلك المجلس ويكفي ذلك في الاقتداء وقد قال ابن حجر الهيتمي إن البدعة الحسنة متفق على ندبـها وعمل المولد واجتماع الناس له كذلك أي بدعة حسنة قال السخاوي لم يفعله أحد من القرون الثلاثة وإنما حدث بعد ثم لا زال أهل الإسلام من سائر الأقطار والمدن الكبار يعملون المولد ويتصدقون في لياليه بأنواع الصدقات ويعتنون بقراءة مولده الكريم ويظهر من بركاته عليهم كل فضل عظيم قال ابن الجوزي من خواصه أنه أمان في ذلك العام وبشرى عاجلة بنيل البغية والمرام وأول من أحدثه من الملوك صاحب أربل وصنف له ابن دحية رحمه الله كتابًا في المولد سماه التنوير بمولد البشير النذير فأجازه بألف دينار وقد استخرج له الحافظ ابن حجر أصلاً من السنة وكذا الحافظ السيوطي"اهـ

3- قال الحطاب المالكي في مواهب الجليل ج 2ص 9: وقال السخاوي في القول البديع: أحدث المؤذنون الصلاة والسلام على رسول اللـه عقب الأذان للفرائض الخمس إلا الصبح والجمعة فإنـهم يقدمون ذلك قبل الأذان، وإلا المغرب فلا يفعلونه لضيق وقتها، وكان ابتداء حدوثه في أيام الناصر صلاح الدين يوسف بن أيوب وبأمره. وذكر بعضهم أن أمر الصلاح ابن أيوب بذلك كان في أذان العشاء ليلة الجمعة، ثم إن بعض الفقراء زعم أنه رأى رسول اللـه وأمره أن يقول للمحتسب أن يأمر المؤذنين أن يصلوا عليه عقب كل أذان فسر المحتسب بـهذه الرؤيا فأمر بذلك واستمر إلى يومنا هذا. وقد اختلف في ذلك هل هو مستحب أو مكروه أو بدعة أو مشروع؟ واستدل للأول بقوله: {وافعلوا الخير} ومعلوم أن الصلاة والسلام من أجل القرب لا سيما وقد تواترت الأخبار على الحث على ذلك مع ما جاء في فضل الدعاء عقبه والثلث الأخير وقرب الفجر. والصواب أنه بدعة حسنة وفاعله بحسب نيته. انتهى

4- قال في حاشية الطحطاوي على مراقي الفلاح ج1 ص 103: وأول ما زيدت الصلاة على النبي بعد الأذان على المنارة في زمن حاجي بن الأشرف شعبان بن حسين بن محمد بن قلاوون بأمر المحتسب نجم الدين الطنبدي، وذلك في شعبان سنة إحدى وتسعين وسبعمائة كذا في الأوائل للسيوطي، والصواب من الأقوال أنـها بدعة حسنة"اهـ

5- قال في اللباب في شرح الكتاب ج1 ص 684:" قال في الدر: وعلى هذا لا بأس بكتابة أسامي السور وعد الآي، وعلامات الوقف ونحوها، فهي بدعة حسنة، درر وقنية".اهـ

6- قال الإمام المحدث الفقيه المفسر اللغوي الشيخ عبد الله بن محمد الهرري الشيبي في كتابه صريح البيان ج1/280: قال الله تبارك وتعالى في كتابه العزيز: [وَجَعَلْنَا فِي قُلُوبِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ رَأْفَةً وَرَحْمَةً وَرَهْبَانِيَّةً ابْتَدَعُوهَا مَا كَتَبْنَاهَا عَلَيْهِمْ إِلَّا ابْتِغَاءَ رِضْوَانِ اللهِ فَمَا رَعَوْهَا حَقَّ رِعَايَتِهَا] {الحديد:27}. فهذه الآية يستدلّ بـها على البدعة الحسنة، لأن معناها مدح الذين كانوا مسلمين مؤمنين من أمّة عيسى متبعين له عليه السلام بالإِيمان والتوحيد، فالله تعالى مدحهم لأنـهم كانوا أهل رأفة ورحمة ولأنـهم ابتدعوا رهبانية، والرهبانية هي الانقطاع عن الشهوات، حتى إنـهم انقطعوا عن الزواج رغبة في تجرّدهم للعبادة. فمعنى قوله تعالى: مَا كَتَبْنَاهَا، أي نحن ما فرضناها عليهم إنما هم أرادوا التقرّب إلى الله، فالله تعالى مدحهم على ما ابتدعوا مما لم ينصَّ لهم عليه في الإِنجيل ولا قال لهم المسيح بنص منه، إنما هم أرادوا المبالغة في طاعة الله تعالى والتجردّ بترك الانشغال بالزواج ونفقة الزوجة والأهل، فكانوا يبنون الصوامع أي بيوتًا خفيفة من طين أو من غير ذلك على المواضع المنعزلة عن البلد ليتجرّدوا للعبادة.اهـ ثم بدأ بذكر أمثلة على البدعة الحسنة:
ومما يدلّ على أنه ليس كل ما أحدث بعد رسول الله أو في حياته مما لم ينصّ عليه بدعة ضلالة إحداث خبيب بن عدي ركعتين عندما قُدّم للقتل، كما جاء ذلك في صحيح البخاري...ومما يدلّ أيضًا على ذلك أن الصحابة الذين كتبوا الوحي الذي أملاه عليهم الرسول، كانوا يكتبون الباء والتاء ونحوهما بلا نقط، ثم عثمان بن عفّان لما كتب ستة مصاحف وأرسل ببعضها إلى الآفاق إلى البصرة ومكّة وغيرهما واستبقى عنده نسخة كانت غير منقوطة. وإنما أوّل مَن نقط المصاحف رجل من التابعين من أهل العلم والفضل والتقوى، يقال له يحيى بن يعمر. ففي كتاب المصاحف لابن أبي داود السجستاني ص/158 ما نصّه: "حدّثنا عبد الله، حدّثنا محمّد بن عبد الله المخزوميُّ، حدّثنا أحمد بن نصر بن مالك، حدّثنا الحسين بن الوليد، عن هارون بن موسى قال: أوّل مَن نقط المصاحف يحيى بن يعمر".اهـ وكان قبل ذلك يكتب بلا نقط، فلما فعل هذا لم ينكر العلماء عليه ذلك، مع أن الرسول ما أمر بنقط المصحف، فمن قال كل شىء لم يُفعل في عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم بدعة ضلالة فليبدأ بكشط النقط من المصاحف حتى ابن تيمية زعيمهم ذكر في فتاويه (3/402) ما نصه: "قيل: لا يكره ذلك لأنه بدعة، وقيل: لا يكره للحاجة إليه، وقيل: يكره النقط دون الشكل لبيان الإعراب، والصحيح أنه لا بأس به".اهـ

7-قال أبو الفضل عبد الله الصديق الغماري في كتابه إتقان الصنعة ص/14: يعلم مما سبق أن العلماء متفقون على انقسام البدعة إلى محمودة ومذمومة وأن عمر رضى الله عنه أول من نطق بذلك ومتفقون على أن قول النبي صلى الله عليه وسلم "كل بدعة ضلالة" عام مخصوص ولم يشذ عن هذا الاتفاق إلا " الشاطبي" صاحب الاعتصام فإنه أنكر هذا الانقسام.."اهـ 

ملاحظة: إلى هؤلاء الذين يوافقون ابن تيمية في بدع الضلالة كالتجسيم، ويخالفونه في تقسيم البدعة إلى حسنة وسيئة، نقول لهم:
يقول ابن تيمية في مجموع الفتاوى ج1/161-162 وفي كتابه المسمى قاعدة جليلة في التوسل والوسيلة ج2/28 ما نصه: 
وكل بدعة ليست واجبة ولامستحبة فهي بدعة سيئة، وهي ضلالة باتفاق المسلمين. ومن قال في بعض البدع إنها بدعة حسنة فإنما ذلك إذا قام دليل شرعي على أنها مستحبة، فأما ما ليس بمستحب ولا واجب فلا يقول أحد من المسلمين إنها من الحسنات التى يتقرب بها إلى الله.اهـ
ويقول ابن تيمية في كتابه اقتضاء الصراط المستقيم ص/297: فتعظيم المولد واتخاذه موسما قد يفعله بعض الناس ويكون له فيه أجر عظيم لحسن قصده وتعظيمه لرسول الله صلى الله عليه وآله وسلم.اهـ
وسبحان الله والحمد لله رب العالمين